Apakah Film Harus Bermoral? | Opini

Film adalah karya seni. Siapapun boleh dong membuat karya seni? Setelah membaca judul di atas, sekarang pertanyaannya adalah: 

Apakah orang jahat boleh membuat film?

Apakah anak nakal tidak boleh membuat film? Apakah penjahat tidak boleh membuat suatu karya? Bukan berarti, ketika kita tidak setuju dengan muatan dalam sebuah film, lantas sang sineas tidak boleh berkarya lagi selamanya.

Kembali lagi, film adalah karya seni. Penilaian kualitas sebuah karya seni akan selalu subyektif. Tidak ada yang namanya selera filmnya 'jelek', yang ada selera filmnya 'berbeda'.

Kemudian apa yang terjadi jika sebuah film mengajarkan hal-hal yang secara mayoritas dinilai "buruk" di masyarakat. Apa yang akan terjadi jika film-film "bobrok" tayang di berbagai layar lebar di Indonesia? Apakah salah? Haruskah negara membatasi film apa yang boleh tayang dan film apa yang tidak boleh tayang?

Sejauh ini, Indonesia mempunyai lembaga sensor untuk menyaring film yang tayang di Indonesia. Bioskop pun punya rekomendasi batas usia. Menurut saya, lembaga sensor seharusnya menyensor sebuah film. Tugas mereka hanya untuk mengulas dan menyimpulkan apakah sebuah film "lulus sensor" atau tidak. 

Selebihnya? Ya terserah yang nonton. Misalnya, jika mereka sudah diberitahu film A ada adegan dewasa, mereka yang akan menentukan apakah masih akan tetap mengajak anaknya nonton film A atau tidak.

Mungkin lembaga sensor harus memberi catatan apakah sebuah film 'ada nilai moralnya' atau tidak. Supaya para penonton yang mencari film bermoral tahu film mana ya tidak akan mereka tonton. Sebenarnya ide ini bagus, tetapi lucu jika betul-betul direalisasikan.

Film tidak harus bermoral. Seorang penjahat boleh membuat film. Penonton boleh bebas berkomentar tentang film yang mereka baru tonton. Seharusnya seperti ini ya?

Yakin?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Unlikely.

Apa Sih Alasan Pasien Dirujuk oleh Dokternya?

Cerita Masa Kecilku 4: Saat Dewasa Nanti | Blog