Dilema Asian Value dan Human Rights | Opini


Dilema Asian Value dan Human Rights
by ahn

Tulisan ini didasari dari viralnya video kedatangan Pandji Pragiwaksono di Podcast Total Politik pada video Youtube yang berjudul 'Pandji Pragiwaksono Kaget Sama Jurus Andalan Prabowo?'

Penulis resah dengan situasi Pemilu Presiden dan Wapres 2024 kemarin. Mengapa? Karena adanya praktik politik dinasti, yang menurut Arie Putra (host Total Politik), dianggap sebagai 'asian value' dan 'human rights'.

Pada dasarnya, memang telah menjadi hak asasi bagi siapapun di Indonesia untuk maju menjadi pejabat politik. Namun tentunya, bukan itu yang menjadi perhatian Pandji ketika bertanya kepada Arie dan Budi (co-host Total Politik). 

Politik dinasti tidak seharusnya terjadi ketika Joko Widodo sedang menjabat sebagai Presiden RI. Tidak seharusnya anaknya, Gibran, maju sebagai Walikota Solo, atau bahkan sampai menjadi Cawapres RI. Hal itu jelas tidak etis. Mengapa? Karena takut adanya konflik kepentingan.

Apalagi jika hal ini dilakukan sambil melangkahi konstitusi. Paman dari Gibran sekaligus ipar Jokowi, Anwar Usman, memutuskan Sidang MK mengenai batasan usia Capres-Cawapres sebagai Ketua MK. Hal ini dilakukan tepat beberapa waktu sebelum Pemilu berlangsung. Bukankah sudah jelas? Ada potensi konflik kepentingan di sana. 

Ada usaha untuk melanjutkan dinasti politik sebelum Jokowi lengser. Indikasinya sangat jelas, meskipun putusan MKMK sampai gugatan Anies-Ganjar di MK tidak bisa membatalkan apa yang sudah terjadi. "It's a perfect crime," kalau kata Pandji. Pelanggaran yang seolah-olah kebal hukum dan tidak bisa digugat.

Menurut penulis, seharusnya baik Jokowi maupun Gibran tahu diri. Kalau memang kompeten, sebaiknya Gibran tidak mencoba memenangkan pemilu ketika ayahnya sedang menjabat menjadi presiden RI. 

Arie dan Budi tidak salah. Memang haknya Gibran kok untuk maju jadi cawapres! Kalau memang menjunjung 'asian value', seharusnya minimal politik dinasti tersebut dilakukan dengan etika yang benar. Inikah 'value' yang mau dicontohkan keluarga Jokowi kepada seluruh pelaku politik di Indonesia?

'Power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely,' Pandji kerapkali mengingatkan kita pada kutipan ini. Dia memang hanyalah seorang pelawak, tetap keresahannya mewakili keresahan banyak rakyat Indonesia di luar sana, termasuk penulis. Kami tidak mau dipimpin oleh pejabat yang haus kekuasaan.

Kami takut negara ini dikelola oleh pejabat yang tidak takut lagi kepada rakyatnya. 

Kami tidak mau mereka melakukan politik dinasti sambil membuat rakyat pusing dengan dilema 'asian value' dan 'human rights'.

Komentar

Postingan populer dari blog ini