Cerita Masa Kecilku 3: Juara Gadungan | Blog

SD Al-Falah As-Salam dan Darussalam ini masih dalam satu yayasan yang sama. Walaupun Darussalam cenderung baru. Bahkan lokasinya hanya berbeda 1 km. Namun ada isu bahwa banyak guru-guru terbaik di As-Salam dipindahkan ke Darussalam. Maka dari itu, beberapa wali murid, terutama yang punya anak laki-laki, memutuskan untuk memindahkan anaknya ke Darussalam. Jadilah pada kelas 3 aku beserta 20-30 anak laki-laki lainnya menjadi satu-satunya murid kelas 3 di sekolah tersebut. Hanya ada satu kelas dan isinya cowok semua.

Sejak bersekolah di sana, prestasiku mulai meningkat. Aku selalu ranking satu di kelas dan sering terpilih menjadi ketua kelas. Pada saat peragaan sholat pun, aku dinobatkan sebagai murid yang paling benar gerakan sholatnya. 

Aku mengaji sampai level yang cukup tinggi. Aku belajar sampai tajwid dan hafalan juz 30. Hanya ada kurang dari 10 orang yang sampai ke level tersebut. Aku ingat guru mengajiku di sekolah sangat cantik waktu itu. Aku pun mengaji sampai lulus ujian resmi dan pendidik mengajiku dinyatakan khatam. Aku dan teman-teman yang lain mengaji di atas panggung sebelum akhirnya mendapatkan sertifikat.

Pada saat itu pula aku mulai belajar untuk berdagang. Aku berjualan sticker dan gantungan kunci di kelas. Ketika aku ditegur oleh guru karena dikira membawa mainan, aku beteriak bahwa aku tidak membawa mainan, melainkan 'jualan'. Selain itu, aku juga mencoba berjualan ketika ada bazar. Namun aku tidak terlalu mahir dalam berjualan.

Pada saat itu aku masih benci sepak bola. Saking bencinya aku masuk ruang BK. Aku sampai menangis karena merasa tidak diajak main sepak bola.

Pada suatu hari, ada sayembara di kelas. Sekolah mencari perwakilan siswa untuk mengikuti lomba menulis tingkat kota. Melalui seleksi kelas, aku merupakan salah satu yang lolos.

Untuk maju ke babak utama, aku harus menulis lagi. Temanya adalah menulis surat sadar zakat kepada Presiden (Megawati saat itu). Waktu itu, kami diminta untuk menulis di rumah, sebelum akhirnya dikumpulkan. Ibuku melihat tulisanku yang biasa-biasa saja, akhirnya memutuskan untuk merombak tulisan tersebut versi dirinya sendiri. Tulisan itu pura-puranya adalah tulisanku, padahal 100% tulisan dia. Aku cukup kesal dan tidak setuju karena ibuku menulis sesuatu yang tidak aku banget. Dia menulis bahwa seolah-olah aku berkhayal Megawati ini adalah seorang Superman yang membagikan makanan ke orang-orang miskin sambil terbang, khas tulisan anak kecil. Padahal imajinasiku bahkan tidak seliar itu.

Pada hari-H, di tengah kota Surabaya, para peserta lomba diminta untuk membacakan hasil tulisannya. Aku pun membacakan tulisan ibuku di atas panggung. Karena isi tulisannya sangat unik, dan mungkin caraku membacakan juga cukup baik, akhirnya aku meraih juara satu. Aku pun menerima sebuah piala yang sangat besar. Dalam hati, aku merasa ini bukan kemenanganku. Aku tidak pernah menganggap hak tersebut sebagai prestasiku.

Walaupun begitu, kecintaanku terhadap menulis tidaklah pudar. Sejak saat itu, aku semakin suka membuat puisi dan tampil di atas panggung jika ada kesempatan. Bahkan aku sangat suka dengan pelajaran Bahasa Indonesia. Aku suka membaca peribahasa, cara penggunaan EYD dalam menulis, serta bagaimana caranya membuat pantun dan puisi.

(bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Unlikely.

Apa Sih Alasan Pasien Dirujuk oleh Dokternya?

Cerita Masa Kecilku 4: Saat Dewasa Nanti | Blog