Prediksi Kekalahan dan Perpindahan Suara | OPINI

Prediksi Kekalahan dan Perpindahan Suara
ditulis oleh Dika

Anies-Cak Imin, Ganjar-Mahfud MD, dan Prabowo-Gibran.

Siapakah yang akan lolos ke putaran kedua? Dan akan ke manakah suara pendukung yang kalah kelak berpindah?

Artikel ini akan dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Jika Anies kalah di putaran pertama
2. Jika Ganjar kalah di putaran pertama
3. Jika Prabowo kalah di putaran pertama
4. Kesimpulan

Sekarang, mari kita bahas!

Case 1: Anies Kalah
Jika Anies kalah, maka aneh jika mereka beralih ke kubu Prabowo karena ada Partai Demokrat di sana. Akankah Demokrat sudah memaafkan Anies? Apakah kubu Anies rela menurunkan derajatnya dan kembali tunduk pada Demokrat setelah disebut sebagai 'pengkhianat' secara publik?

Jika kubu Anies ke kubu Ganjar pun masuk akan karena mungkin sentimen "Anti-Gibran" aka. Anti-Dinasti Politik-lah salah satu strategi yang bisa dimainkan Anies saat ini. Ganjar, walaupun kader PDIP, bukanlah darah daging Soekarno. Jadi hal itu lebih masuk akal.

Saya merasa, kubu Anies pun pada akhirnya akan pragmatis dan mendukung mana yang unggul. Saya merasa Anies hanyalah wajah yang dimiliki pemain-pemain di belakangnya untuk menggiring opini masyarakat ke arah yang mereka inginkan.

Kemungkinannya kecil bahwa kubu Anies akan netral dan beralih menjadi oposisi, setidaknya bagi partai-partai yang mendukungnya. Walaupun setidaknya kemajuan mereka di pilpres adalah senjata yang bagus untuk memasukkan kader-kadernya di jalur legislatif.

Kalau Anies Baswedannya sendiri sebenarnya tidak terlalu rugi karena pilpres kali ini bisa dijadikan ajang praktek langsung untuk berpolitik dan mungkin bertanding di pilpres berikutnya.

Case 2: Ganjar Kalah
Ganjar kalah adalah skenario yang sangat masuk akal, tetapi akan ke manakah PDIP yang mengalihkan dukungannya?

Di satu sisi, Gibran masih bagian dari PDIP. Partai ini pun sempat menjadikan Jokowi sebagai kader andalannya di pemerintahan. Akankah Jokowi dan timnya bisa meyakinkan Bu Mega bahwa PDIP akan mendapatkan kekuasaan ataupun melakukan konsolidasi lagi ke kubu Prabowo, supaya Bu Mega siap untuk mendukung Prabowo dengan dalih "membela wong cilik"-nya?

Ataukah PDIP benar-benar sakit hati dan bersikukuh bahwa mereka merasa bahwa Dinasti Jokowisme dinilai sebagai pengkhianat? Akankah PDIP kekeuh dengan apa yang mereka katakan saat ini dengan sentimen sakit hatinya, kemudian lantas mendukung kubu Anies Baswedan? Jika hal tersebut mereka lakukan, taruhannya adalah masyarakat akan sangat tidak suka jika pada akhirnya ketika Prabowo menang dan PDIP akhirnya tidak menjadi partai oposisi. Hal ini akan semakin menurunkan reputasi PDIP sebagai sebuah partai dan dampaknya bisa panjang, sampai bertahun-tahun.

Jadi sepertinya akan lebih menguntungkan jika kubu Ganjar akhirnya berpihak kepada kubu Prabowo. Opini masyarakat masih bisa diatur oleh akrobat kata-kata dan "permainan" politik seperti biasanya.

Partai PDIP jika mau ikhlas, mereka bisa rehat kembali setelah ini dan akhirnya menjadi tim oposisi di pemerintahan. Alasan yang mereka bisa pakai adalah 'memegang prinsip' untuk tidak setuju dengan apa yang dijalankan oleh kubu Prabowo dan Jokowisme.

Case 3: Prabowo Kalah
Di antara kedua skenario, kasus ini yang sangat menarik, bahkan tidak mungkin.

Walaupun memang elektabilitas mereka sedang turun ketika mereka mengambil Gibran sebagai cawapres. Namun hal ini masih bisa dimainkan selama masa kampanye nanti.

Namun walaupun kalah, kubu Prabowo akan sulit menginjakkan kaki ke mana-mana. 

Di satu sisi, Partai Demokrat dan Partai PDIP punya hubungan yang buruk. Posisi Gibran pun merupakan faktor yang membuat PDIP tidak ingin mengadopsi kubu Prabowo ke pihak mereka. Kecuali, lagi-lagi, kedua kubu memilih untuk pragmatis.

Di sisi lain, ada sentimen bahwa Anies adalah pengkhianat Prabowo pada masanya menjabat di Jakarta. Partai Demokrat pun kemarin sudah lari dari Anies dan Nasdem. Kubu Prabowo harus menurunkan egonya juga jika ingin mendukung kubu Anies.

Pilihan ketiga adalah menjadi pihak netral dan beroposisi dari awal. Jika Prabowo kalah di sini, saya tidak yakin dia akan bertanding lagi 10 tahun kemudian (berasumsi bahwa sang pemenang akan menjabat dua periode). 

Namun pihak oposisi menjadi tidak terlalu "cantik" bagi Dinasti Jokowi karena itu artinya mereka tidak lagi berada di pemerintahan. Kecuali sentimen oposisi itu mau dibangun selama 5 atau 10 tahun ke depan, untuk kemudian memenangkan Kaesang maupun Gibran di pertarungan pilpres berikutnya. Apalagi jika ditambahkan sentimen asumsi bahwa pihak yang menang akan mengacau selama menjalani masa kepresidenannya.

Kesimpulan
Ketiga kubu ini sama saja. Kita sudah pernah melihat yang kalah bergabung dengan yang memang. Para politisme ini hanya memikirkan matematika dan keuntungan partai. Pada akhirnya, mereka semua akan pragmatis. Hal ini berlaku terutama partai-partai pengusung di balik pasangan capres-cawapres yang ada.

Apapun bisa terjadi dan siapapun tidak perlu khawatir untuk kalah. Bagi mereka, politik adalah permainan perebutan kursi di kekuasaan di pemerintahan, bukanlah murni untuk rakyat dan kemajuan Indonesia.

Semoga dengan adanya perspektif dari saya ini, Anda bisa menentukan apa yang mau dilakukan saat tiba waktunya untuk mencoblos sang sosok idaman.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Asian Value dan Human Rights | Opini

Masa SMA 4: Malam Perpisahan | Blog