Kunci dari Kesenjangan Kesejahteraan 1: Upah Minimum | OPINI

Kunci dari Kesenjangan Kesejahteraan: Upah Minimum
oleh Dika

Ketika ada seseorang yang sekali minum kopi mampu bayar sekitar 50rb, pada negara yang sama, ada yang mengatur budget sarapannya supaya tidak lebih dari 10rb.

Ketika ada seseorang mondar-mandir di tempat kerjanya dengan saldo di rekeningnya bernilai puluhan juta, di sampingnya ada orang lain yang sujud syukur bahkan menangis haru jika pada bulan itu pendapatannya menyentuh dua juta.

Terdapat kesenjangan di kesejahteraan sosial di Indonesia hari ini dan kesenjangan tersebut sangat besar. Sangat jauh. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.

Hal inilah yang sering dilupakan oleh orang-orang. Pemerintah terlalu fokus terhadap fakir miskin saja, tetapi tidak mempunyai solusi terhadap masyarakat menengah ke bawah.

Bahkan masyarakat yang dulu dianggap kelas menengah kini tidak mampu mengikuti perkembangan dinamika ekonomi, sehingga turun derajatnya menjadi kelas menengah ke bawah.

Hal ini bukan hanya kurang kerja keras. Ini adalah masalah keadilan sosial yang sangat primer, yaitu kebutuhan pangan, sandang, papa, serta keamanan finansial masing-masing rakyat.

Menurut saya, ada beberapa hal yang bisa menjadi solusi, yaitu:

1. Peningkatan dan Pemerataan UMR, UMP, dan UMK 
2. Revolusi Mental Orang Tua dalam Menentukan Karir Anaknya
3. Pembinaan dan Pembekalan Pelajar SMA dan Mahasiswa dalam Perencanaan Pekerjaan sebagai Penghasilan Utama/Safety Net
4. Kerja Sama Universitas dan Pemberi Pekerjaan untuk Memastikan Satu Orang Fresh-Graduate begitu Lulus Mendapatkan Satu Kontrak Kerja
5. Sosialisasi Budaya ke Terapis Mental Health (Psikolog/Psikiatri) ke Masyarakat serta Peningkatan Kualitas maupun Kuantitas Terapis Tersebut

Sekarang kita hanya akan membahas satu poin saja. Di lain kesempurnaan mungkin kita bisa menjabarkan poin-poin yang lainnya.

1. Peningkatan dan Pemerataan UMR, UMP, dan UMK 
Pertama, upah minimum di setiap daerah seharusnya merata. Sudah bukan jamannya lagi upah minimum disesuaikan dengan "kondisi" maupun "gaya hidup" di daerahnya. 

Urbanisasi dan migrasi sudah menjadi barang biasa di Indonesia, maka dari itu, batas-batas daerah tersebut memang sebenarnya sudah mulai pudar. 

Otonomi daerah untuk menentukan pelaksanaan pemerintahan di tingkat lokal memang bagus, tetapi pemerintah pusat harus sadar bahwa orang yang berada di ujung Papua punya hak yang sama dengan orang yang berada di pusat Jakarta. Jika kesenjangan upah minimum masih ada, ya urbanisasi pun akan terpusat di kota-kota besar, sehingga akan menimbulkan banyak sekali masalah, termasuk di antaranya adalah kurangnya kesempatan kerja.

Jika orang Jogja tidak perlu pindah ke Surabaya jika mau kaya, maka kualitas perputaran bisnis di Jogja pun akan membaik.

Kedua, peningkatan upah minimum ini juga harus mengikuti perkembangan jaman. Jika pemerintah bisa menyalahkan "gaya hidup" rakyatnya, maka rakyat juga bisa protes mengapa upah minimum kita tidak bisa menyamai "gaya hidup" yang memang meningkat tersebut, iya kan?

Itulah salah satu kunci untuk, bukan hanya mengentaskan kemiskinan, tetapi menyelesaikan kesenjangan kesejahteraan sosial di Indonesia.

Semoga Indonesia bisa sadar dan melakukan inovasi-inovasi untuk menyelesaikan masalah-masalah seperti ini ke depannya. Amin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Asian Value dan Human Rights | Opini

Masa SMA 4: Malam Perpisahan | Blog