Kunci dari Kesenjangan Kesejahteraan 2: Revolusi Mental Orang Tua | OPINI

Kunci dari Kesenjangan Kesejahteraan 2: Revolusi Mental Orang Tua
oleh Dika

Terdapat kesenjangan di kesejahteraan sosial di Indonesia hari ini dan kesenjangan tersebut sangat besar. Sangat jauh.

Menurut saya, ada beberapa hal yang bisa menjadi solusi, yaitu:

1. Peningkatan dan Pemerataan UMR, UMP, dan UMK 
2. Revolusi Mental Orang Tua dalam Menentukan Karir Anaknya
3. Pembinaan dan Pembekalan Pelajar dalam Perencanaan Pekerjaan sebagai Penghasilan Utama/Safety Net
4. Kerja Sama Universitas dan Pemberi Pekerjaan untuk Memastikan Satu Orang Fresh-Graduate begitu lulus mendapatkan Satu Kontrak Kerja
5. Sosialisasi Budaya ke Psikolog/Psikiater ke Masyarakat serta Peningkatan Kualitas maupun Kuantitas Psikolog/Psikiater

Kali ini kita akan membahas poin nomor 2. Baca artikel lainnya untuk penjelasan mengenai solusi-solusi yang lain!

2. Revolusi Mental Orang Tua dalam Menentukan Karir Anaknya
Hari ini, seorang gamer profesional sangat susah meyakinkan orang tuanya bahwa dia ingin berkarir di dunia gaming. Sesusah seorang ahli fisika yang ingin mengambil jurusan ilmu fisika. Begitu juga dengan ilmu teknologi, hukum, bisnis, musik, dan lain sebagainya.

Hal ini bukan masalah apa bidangnya, tetapi masalah mental orang tua terhadap karir anaknya.

Harus ada pembinaan dan revolusi mengenai cara orang tua melihat masa depan dan karir anaknya.

Orang tua memang punya lebih banyak pengalaman, lebih dewasa, dan seringkali tahu lebih banyak soal kehidupan. Mereka pun ingin yang terbaik buat anaknya.

Namun ada berapa banyak SDM di Indonesia yang tidak berkualitas hanya karena tertekan oleh pilihan orang tuanya? Mereka yang berada di posisi anak menjadi serba salah, antara menjalani karir yang tidak sesuai dengan jati dirinya, atau membangkang bahkan mencap diri sendiri sebagai anak durhaka.

SDM dengan kualitas buruk, performa tidak maksimal, dan kesehatan mental yang rentan ini dapat mempengaruhi siklus perekonomian negara. Maka dari itu, hal ini seharusnya juga merupakan bagian dari masalah nasional.

Jika kita ingin memaksimalkan performa SDM anak-anak bangsa di lapangan, maka kita harus memberikan solusi atas sesuatu yang menghambatnya.

Sekali lagi, mental orang tua yang seperti ini sudah mengakar dan sudah menjadi problematika di seluruh pelosok Indonesia. Sampai kapan mau dibiarkan?

Revolusi mental ini dapat berupa sosialisasi, pembinaan di tingkat lokal, bimbingan oleh guru kepada orang tuanya, maupun gerakan atau bahkan program pemerintah yang dikerjakan secara nasional.

Tugas orang tua adalah menjadi panutan, mendidik, menyayangi, serta membimbing anaknya supaya nantinya dapat mengambil keputusan yang baik untuk dirinya sendiri. Setelah itu, tugas mereka adalah mendukung ketika jatuh dan mendoakan supaya sukses. 

Bukannya mendikte pekerjaan anaknya!

Terlebih lagi, anak adalah titipan Tuhan, bukan perpanjangan tangan orang tua. Anak adalah seorang individu, bukan budak orang tuanya. Jika seorang orang tua terobsesi dengan suati pekerjaan/karir, ya mereka yang harus deal dengan obsesinya itu sendiri.

Seorang anak tidak seharusnya menanggung beban obsesi maupun trauma orang tuanya.

Hal ini semua demi meningkatkan kualitas SDM negara dan mengurangi kesenjangan kesejahteraan sosial di Indonesia.

Jika ingin generasi masa depan kita mencapai performa terbaiknya, maka mari kita maksimalkan potensi yang mereka punya!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Asian Value dan Human Rights | Opini

Masa SMA 4: Malam Perpisahan | Blog