Baru Sadar | Blog

Aku baru menyadari sesuatu. 

Sebelumnya aku selalu berekspektasi bahwa pasanganku nanti akan mengikuti kemauanku. Mulai dari mau menerima kelebihan dan kekuranganku, mau membiarkanku jadi diriku sendiri, sampai mengikuti nanti aku tinggal di kota apa, tempat tinggal yang seperti apa, pernikahan yang seperti apa, dan lain-lain.

Sepertinya aku trauma dari relationshipku yang terakhir. Waktu itu, aku merasa terlalu dituntut untuk menjadi seseorang yang bukan aku. Hal itu membuatku berubah menjadi sosok yang "tegas". Padahal aku orangnya tidak seperti ini.

Padahal aku orangnya sangat sangat suportif, sangat follower, dan tidak suka minta macam-macam. Aku mau orang lain nyaman sama aku. Namun trauma itu membuatku berubah 180 derajat. Sekarang di dalam benakku, aku punya seribu syarat yang harus pasanganku nanti harus ikut. 

Namun aku lupa bahwa aku juga harus masuk ke kehidupannya juga.

Aku harus sadar bahwa ini bukan soal mauku aja, tapi tentang dia juga. Dia sama pentingnya denganku. Kalau ada orang yang mau menyesuaikan diri dengan hidupku, maka aku juga harus mau menyesuaikan diri dengan kehidupannya. Aku harus bersiap-siap mengikuti dan menerima segala hal di dalam hidupnya.

Sampai detik ini, hal tersebut masih terasa sangat menakutkan. Aku takut egoku menolak. Aku takut egoku terlalu malas untuk menyesuaikan diri dengan hal-hal yang ribet tersebut.

Pada dasarnya, aku tidak mau mempunyai pasangan yang justru membuatku menjadi tidak bahagia. Aku tetap ingin menjadi diri sendiri.

Aku memang punya banyak kekurangan. Sangat banyak. Aku berbeda dengan kebanyakan orang. Aku aneh. Berbeda. Dan aku butuh waktu bertahun-tahun untuk mengubah perspektifku terhadap diriku sendiri. Berubah dari benci menjadi bangga. Kini aku sayang dengan diriku sendiri.

Aku tidak mau ada orang asing yang datang dan tiba-tiba merusak semua itu. 

Lebih baik aku hidup sendiri daripada aku tidak bisa menjadi diri sendiri.

Dan aku akan melakukan apa saja supaya pasanganku nanti bisa menjadi dirinya sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Asian Value dan Human Rights | Opini

Masa SMA 4: Malam Perpisahan | Blog