Assalamualaikumku - Cerpen


"Assalamualaikum," kataku ketika membuka pintu.

Aku pulang ke rumah dari seharian bekerja.
"Waalaikumsalam," kata suara lemah lembut bernada tinggi dari dalam kamar kos kami, "Sayang sudah pulang?"
"Iya," jawabku sambil menaruh tasku.
"Capek ya?" tanyanya lagi.
"Ah, nggak juga," jawabku, "Kamu ngapain aja hari ini?"
"Aku hari ini masakin kesukaan kamu, tuh lihat," katanya sambil bolah matanya mengarah ke meja makan.
"Makasih ya," jawabku lalu tersenyum, "Kalau makannya setiap hari enak kayak gini, jadi berkurang alasanku untuk bad mood," kataku.
"Iya sayang, aku masakin yang enak buat kamu biar kamu seneng," katanya.
"Aku mau cium kamu tapi aku belum mandi. Hehe..."
"Mandi dulu. Nanti abis sholat kita makan," katanya.
"Kalau kamu udah lapar, kamu makan duluan aja," tambahku.
"Iya, nggak apa-apa kok," jawabnya.

Kemudian aku bergegas membuka bajuku untuk persiapan ke kamar mandi. Mungkin tidak ada lagi orang yang pernah melihatku tidak pakai baju selain dia dan aku senang karena aku tidak malu melakukannya di depan dia.

Beralih dari pikiran yang aneh itu, aku segera ke kamar mandi dan menikmati waktuku di dalam sana.

Setelah mandi, aku sholat sendirian karena aku pulang agak telat tadi. Setelah sholat, aku membaringkan tubuhku sebentar di kasur. 
"Kamu nggak makan?" tanyanya.
"Sebentar ya," jawabku singkat. Aku membuka hapeku yang sedang di cas dan bersantai sebentar. Namun karena aku merasa bersalah, aku segera bangun dan menuju meja makan.

Di sana dia sedang menonton sesuatu dari tablet kita.
"Kamu nonton apa?" tanyaku sambil mengambil piring nasi.
"Aku lagi nonton ini di youtube," katanya sebelum menjelaskan panjang lebar apa yang ia sedang tonton. Aku hanya mendengarkan sambil makan dan ikut menonton apa yang dia lihat. 

Ketika dia sudah mulai bicara, seolah-olah tidak ada yang bisa menghentikannya. Bagiku hal tersebut sangat lucu. Cute, lebih tepatnya. Namun aku jadi susah untuk mencari celah untuk menjawab. Akhirnya aku pun bicara ketika dia juga bicara karena itu yang dia harapkan. Aku sangat-sangat tidak masalah dengan hal itu. Toh aku orangnya pendiam dan lebih banyak menghabiskan waktu tidak berbicara.

Walaupun pendiam, anehnya aku selalu ingin bicara ketika bersamanya. Dia cukup cerdas untuk memancing pikiranku yang kosong dan cepat bosan. Dia juga bisa mengimbangi pemikiranku dengan baik. Orang lain tidak tahu ini, aku pun baru sadar akan hal ini, bahwa aku bukan sekedar pendiam, tetapi aku bicara hanya ketika ada pancingan yang cukup menarik untuk membuatku bicara. Dan dia adalah salah satu dari sedikit orang yang bisa memancingku untuk bicara banyak.

"Sudah selesai makannya, sayang? Sini piringnya aku cucikan," katanya.
"Jangan, aku aja yang cucikan. Kamu bantu beresin sisanya aja ya," jawabku yang sebenarnya paling malas mencuci piring.
"Iya, sayang."

Setelah makan dan sholat isya', aku sudah tidak punya kegiatan untuk dilakukan. Aku sangat ingin rebahan setelah seharian bekerja.
"Kamu masih mens ya?" tanyaku.
"Iya," jawabnya.
"Hmm, sabar ya. Istirahat aja," kataku.
"Iya, sayang."
"Adakah hal yang bisa aku bantu? Supaya kamu bisa istirahat," tawarku.
Dia menjawabnya dengan menunjuk ke arah sapu. "Hihihi..." dia tertawa. Aku pun segera bangkit dari kasur.

Setelah selesai menyapu, mencuci baju, merapikan lemar baju, dan membersihkan kamar mandi, aku pun kembali ke tempat tidur. Aku memeluknya yang sudah tertidur. Aku tidak bisa apa-apa kalau dia sedang mens seperti ini. 

Yah, "kurang lebih"...

Mungkin nanti akan ada waktunya kalau periodenya sudah selesai.

***

"Assalamualaikum," kataku ketika membuka pintu.

Malam ini aku pulang dengan keadaan lelah. Moodku sedang tidak bagus di tempat kerja dan aku sedang tidak ingin ngapa-ngapain. Aku membuka pintu kamar dengan harapan tidak ingin melakukan apapun dan bicara soal apapun.

"Aku capek hari ini," aku beritahu dia di depan supaya dia tidak bingung dengan sikapku malam ini. Ataupun dengan sikapku selama beberapa malam terakhir dan mungkin beberapa malam ke depan. Aku sudah memberitahukan soal bagaimana seorang cowok kalau capek, dia lebih memilih menyendiri dibandingkan cewek yang lebih memilih untuk curhat. Dan malam ini aku jelas ingin menyendiri. 

Aku tidak berkata sepatah kata pun dengannya. Aku makan sambil menonton acara favoritku di hape dan tidak memikirkan hal lain. Aku membiarkan dia mengurus rumah sendiri. Sejujurnya aku merasa bersalah, tapi aku benar-benar tidak ingin melakukan apa-apa,

Namun rasa bersalah ini mengalahkan rasa capekku, sehingga aku menawarkan diri untuk membantunya menyelesaikan pekerjaan rumah yang belum selesai. Walaupun, aku masih tidak punya energi untuk mengobrol dengannya. Aku sedang ingin larut dengan diriku sendiri.

"Aku putar musik ya?" tanyaku kepadanya sebelum memutar musik kesayangku dengan speaker kami. Setelah beberapa saat aku menyadari diriku menyanyi mengikuti lirik yang terucap. Aku bernyanyi sambil mengeluarkan segala keresahanku malam itu, sampai aku kelelahan dan bisa tertidur cepat.

***

"Assalamualaikum," kataku ketika membuka pintu.

Tidak ada jawaban, tentunya, karena dia sedang pulang kampung. Dia bilang dia kangen sama keluarganya dan, sayangnya, aku tidak punya waktu libur untuk menemaninya selama di sana.

Dia bilang kalau dia sudah lama tidak pulang kampung, tetapi aku merasa dia tidak terlalu tahan tinggal denganku. Aku merasa kurang perhatian dan mungkin dia pun tidak nyaman tinggal di tempat yang sempit seperti ini. 

Aku kesal dengan diriku sendiri karena aku merasa bukan suami yang baik buat dia. Namun, tidak bisa dipungkiri aku juga berusaha keras untuk membuat hidupku nyaman dengannya. Aku sudah sangat terbiasa hidup sendiri, menjadi seseorang yang pendiam dan penyendiri.

Aku berharap pelan-pelan aku bisa berubah dan beradaptasi supaya kami berdua bisa sama-sama nyaman. Aku juga berharap dia bisa sabar menghadapi aku yang egois seperti ini.

Aku berjanji, apapun yang dia minta, aku akan coba penuhi.

Karena aku cinta dengannya.

***

"Assalamualaikum," ketika menutup pintu meninggalkan rumah.

Pagi ini kami berdua berencana jalan-jalan pagi. Hari ini aku libur, makanya aku bisa menghabiskan waktu pagiku dengannya.

Kami pergi ke taman kota terdekat, menikmat udara terbuka yang berbeda dengan langit-langit kamar kos dan kantorku yang setiap hari kami datangi. Kami sarapan tanpa tablet maupun dinding yang suram, tetapi sambil melihat pohon-pohon yang hijau dan ramai orang yang juga datang ke taman ini.

Kami membicarakan apapun yang bisa dibicarakan. Terkadang sambil mengambil foto dengan hape seadanya. Atau hanya diam sambil menikmati udara segar yang gratis.

"Terima kasih ya, sayang, sudah mau menemaniku jalan-jalan pagi ini," kataku walaupun dalam hati aku berharap aku melakukan hal ini untuknya.
"Iya, sayang. Kamu sudah pernah ke taman wisata air terjun nggak?" tanyanya.
"Belum," jawabku sebelum dia menjelaskan panjang lebar mengenai tempat tersebut.
"Lain kali temani aku ke sana ya?" tanya dia.
Aku menghela nafas, lalu tersenyum. Aku tahu dia bosan dan butuh liburan. Aku kasihan dengannya. "Hmm, tapi ada syaratnya," balasku.
"Apa?"
"Siang ini temani aku pergi ya."
"Iya, ke mana?"
"Ke kamar," kataku.
"Ooh......" dia mengerti apa maksudku, "Mau gitu?"
"Iya"
"Sekarang?"
"Nanti aja. Nanti aku bilang kalau mau pulang," kataku.
"Oke," jawabnya lalu merangkul lenganku.
"Makasih ya sayang. I love you," kataku.
"I love you too," jawabnya sebelum kita lanjut berjalan menyusuri taman.

Tiga detik kemudian.

"Yuk kita pulang," aku bilang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Asian Value dan Human Rights | Opini

Masa SMA 4: Malam Perpisahan | Blog