Mumun (2022) - Movie Review


MOVIE REVIEW
Judul: Mumun (2022)
Sutradara: Rizal Mantovani
Genre: Horor Komedi

Aku tidak tahu apa yang ingin dicapai dari film ini. Film ini adalah regenerasi dari serial TV legendaris berjudul 'Jadi Pocong' tahun 2002 karya komedian favorit kita yang juga bermain dalam film ini, yaitu H. Mandra. Sayangnya Rizal Mantovani tampak tidak cukup ambisius dalam menggarap film ini. Dari plot yang membingungkan sampai momen horor yang dibangun sangat klise cukup menegaskan statement ku tersebut.
Singkatnya, film ini menceritakan bagaimana seorang gadis bernama Mumun (Acha Septriasa) yang meninggal secara tragis dan gentayangan karena Pak Husein (Mandra) sang penggali kubur lupa melepas tali pocongnya. Kalau tidak salah sama dengan kisah sinetronnya. Selebihnya, plot nya tidak terlalu penting karena terlalu banyak masalah sampingan yang dipaksa muat masuk ke dalam film ini dengan resolusi dan kesimpulan yang tidak masuk akal.
Bisa dibilang performa para aktornya sangat mendongkrak kualitas film ini. Dari akting drama Dimas Aditya (sebagai Juned kekasih Mumun) dan Acha Septriasa yang memerankan dua karakter sekaligus (Mumun dan adik kembarnya Mimin). Bahkan bisa dibilang akting Acha sangatlah bagus sampai mengalahkan performa departemen art, makeup, dan wardrobe dalam membedakan Mimin dan Mumun.
Kelas akting Mandra pun sangat totalitas ketika harus lucu maupun ketakutan dikejar sang pocong iconic bermata hijau. Film ini juga menghadirkan penampilan istimewa dari Eddies Adelia, mantan pemeran pocong Mumun versi TV, sebagai kameo, serta deretan aktor tanah air yang kita kenal. Dan semua itu seolah disia-siakan oleh treatment Bang Rizal sebagai sutradara yang tidak memuaskan. Bolehlah kalau film ini dianggap sebagai komedi. Namun untuk genre utamanya, horor, kayaknya harus pikir-pikir lagi. 
Jangan nonton film ini deh! 
Karena sebagai penikmat film, aku berharap tidak ada lagi film horor dengan kualitas seperti ini. Sudah ketinggalan jaman! "Katenye...."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Asian Value dan Human Rights | Opini

Masa SMA 4: Malam Perpisahan | Blog