Dering Pertama - Cerpen

Dering Pertama

Flash Fiction oleh ahn

Seragam sekolah yang telah kusetrika pagi ini, terasa lebih hangat ketika dia masuk ke kelas. Keringat menetes dari dahiku. Dari bangkuku, diam-diam aku mencuri pandang karena aku tidak pernah menyapanya secara langsung. 

Aku malu. Melihat keceriaannya ketika bertemu dengan teman-teman perempuannya. Dalam hati aku pun ingin menjadi bagian dari mereka. Orang yang dia bisa anggap sebagai sahabat sejati. Orang yang dia anggap bermakna.

Aku kembali berkutat dengan buku catatanku. Menggambar entah apa sambil menunggu bel masuk. Dering pertama untuk bulan terakhir kita di sekolah ini pun berbunyi. Satu bulan sebelum memasuki masa ujian.

Pelajaran berlangsung seperti biasa. Setidaknya bagiku, karena hampir seluruh kelas merasa cemas. Terutama setiap kali guru memberikan kami rangkuman ataupun tugas dalam rangka persiapan ujian. Bukannya aku terlalu meremehkan, tapi entah kenapa aku tidak merasakan apa-apa. 

Pergantian mapel pun tiba.

"Dika!" tiba-tiba seorang siswi memanggilku. Sekitar 2-3 orang sudah mengerubungi bangkuku. Namun hanya satu yang membuatku tertegun.

"Iya, Cassandra?" panggilku balik.

"Umm... Langsung aja kali ya. Kita ngadain kelompok belajar bareng nih. Buat ujian. Kamu tertarik buat gabung nggak?" tanyanya.

"Dika kan pinteeeeer... Kita butuh ada yg ngajarin nih, kali-kali kita nya ada yang nggak bisa," tambah salah satu teman Cassandra.

"Nggak sering-sering banget kok," kata yang satunya lagi, "Kita juga bakal bantu Dika kok belajarnya. Jadi saling membantu gituu~ Kan Dika rangking terus tuh."

"Hmm gimana ya..." jawabku kebingungan karena ditodong seperti ini.

"Kita nggak maksa kok," kata Cassandra, "Tapi kita semua, terutama aku, mau banget kamu gabung ke kelompok belajar kita."

"Terutama kamu...?" tanyaku gugup.

Cassandra menatap mataku dengan penuh keyakinan, membuatku jadi semakin grogi, "Iya," jawabnya mantap.

Detik itu juga muncul banyak pertanyaan di benakku, tetapi tidak ada yang keluar dari mulutku.

"Iya, aku mau aja kok bantu..... Tapi nanti diomongin lagi ya soal jadwalnya," jawabku.

Mereka bertiga senang sekali mendengarnya, sampai berisik seperti cewek pada umumnya. 

Cassandra menaruh tangannya di atas salah satu tanganku, menggenggamnya pelan, "Makasih banyak ya, Dik," katanya dengan senyum yang selalu kuimpikan. Senyum yang khusus untukku. Hanya untukku. Senyuman indah yang ia tidak tahu bahwa aku selalu mengaguminya.

Akhirnya, mereka bertiga ke tempat duduk. Untuk beberapa saat aku tak bisa mencerna apa yang baru saja terjadi. Tatapanku terpaku ke bangku mereka. Aku baru saja mengalami hal yang tidak pernah kubayangkan. Ia tidak pernah sedekat ini denganku. Aku... Aku kehabisan kata-kata.

Aku melihat mereka masih ngobrol seolah tidak terjadi apa-apa. Hah? Apakah aku berhalusinasi lagi? Apakah tadi Cassandra dan teman-temannya beneran datang menghampiriku? Ataukah itu hanya khayalanku saja?

Aku menatap mereka kembali. Mereka bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Aku tidak mungkin menanyakan hal ini ke mereka, pasti aku dianggap aneh. Apa yang harus kulakukan?

Tanpa sadar kulihat Cassandra sedang melihat ke arahku. Dia menyeringai, sebelum kembali ngobrol dengan teman-temannya. "Cassandra, oh, Cassandra..."

...Lamunanku pun terpotong oleh dering bel jam pertama pagi ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Asian Value dan Human Rights | Opini

Masa SMA 4: Malam Perpisahan | Blog