I Hope She Doesn't Read This - Blog

Turun dari motor, aku melangkah lemas ke kamar kosku. Langit sudah gelap dan waktu sudah menunjukkan pukul adzan-isya-sudah-berkumandang-dari-tadi.

Lesu rasanya ketika aku melepaskan sepatuku di depan pintu. Aneh, karena aku baru saja pulang dari sebuah first date.

Kami makan lesehan (angkringan?) di pinggir jalan, mencicipi street food yang sangat tidak sehat (baca: ENAK BANGET). Menikmati langit malam, berbincang-bincang, ditemani lampu-lampu kendaraan yang berseliweran.

Aku menjemputnya jauuuuh sekali. Yang mana, sebelumnya aku berekspektasi dia yang datang menemuiku dengan sepeda motornya, di tempat yang sudah ditentukan.

Lucunya dia ketiduran. Jadi, kisah cinta kita dimulai sejam lebih lambat. 

Padahal aku sudah mengorbankan kerja kelompokku yang seharusnya tidak kutinggalkan di tengah-tengah diskusi kami.

Teman-temanku lucu sekali, membuat seolah first date ku hari itu akan menjadi sesuatu yang sangat sangat spesial. Mereka banyak bercanda dan menggodaku. Dan hal itu membuatku berekspektasi tinggi terhadap kencan sore ini.

Sepulangku dari diskusi kelompok kami aku mandi dengan sangat bersih dan menambahkan banyak parfum di tubuhku. Aku memilih baju terbaikku, walaupun sayangnya semua bajuku kekecilan.

Aku menyisir rambut yang baru kupotong dengan sangat rapi. Aku memakai sepatu terbaikku. Aku siap dengan beberapa buah mangga untuk kuberikan kepadanya.

Pada pukul 3 sore pas, di depan restoran tempat kita seharusnya bertemu, aku menunggu. Sepuluh, dua puluh menit... Tidak ada tanda-tanda darinya. Whatsapp nya mati dan dia tidak bisa dihubungi.

Aku hampir putus asa sampai akhirnya chatku dibalasnya.
Dengan suara baru bangun tidurnya dia bertanya apakah pertemuan hari ini jadi.

Singkat cerita, aku pun menemuinya.

Tinggi... Berbadan menarik... Berbusana pantas... Hanyalah yang membuatnya menarik hari itu.

Dia bukan tipeku. Bahkan, ini bodoh, tapi bintangnya merupakan hal terakhir yang kuharapkan untuk sebuah pasangan. Trauma, you might say. Tapi sekali lagi, menghakimi orang dari bintangnya adalah hal yang bodoh memang.

Sepulangku dari first date ini langsung kubuka laptop dan kutuangkan kisahku dalam sebuah tulisan. Tulisan yang kuharap dia tidak baca. 

Karena tampaknya dia senang sekali hari ini.


Dan, walaupun harus kuakui aku juga menginginkan demikian...

...Dia pun berharap kita bisa bertemu setidaknya satu kali lagi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Asian Value dan Human Rights | Opini

Masa SMA 4: Malam Perpisahan | Blog