Basketball and Fake Hair Extension - Blog

Di pom bensin.

Aku berjalan menuju motorku yang sedang diparkir. Saat aku sudah berada di atasnya, adikku bilang bahwa lebih baik ia menggoncengku, sekalian ia ingin membuktikan bahwa ia bisa berkendara motor dengan baik. Badanku cukup berat, jadi ini adalah tes yang pas buatnya.

Naiklah aku ke motornya. Kami pun bergerak menuju jalan raya. Dengan deg-degan aku melihatnya melewati putaran jalan Rungkut yang ramai. Ia pun membawaku melewati jalan raya, menuju sebuah jalan sempit yang belum diaspal. Ada dua buah lapangan besar di balik jeruji kawat. Aku pun turun di depan salah satunya.

Di dekat pintu masuk, aku melihat ada pohon tua. Di batangnya tampak beberapa lubang bekas anak panah. Wajar, pikirku, karena lapangan satunya mungkin merupakan sebuah latihan panahan. Aku pun berjalan lagi dan memutuskan untuk duduk di salah satu bangku sekolah yang ada di pojokan.

Satu-satu murid lain mulai berdatangan. Kebanyakan para laki-laki datang lebih dulu, mungkin karena mereka semangat dengan pelajaran olah raga hari ini. Aku senang melihat mereka, bahkan aku sampai lupa bahwa aku belum mengerjakan PR Matematika. 

Mereka pun mulai bermain basket dengan satu ring basket yang menempel pada dinding lapangan tersebut. Aku tidak pernah terlalu akrab dengan anak laki-laki, maka bodoh amat, pikirku. Aku pun berdiri dan ikut merebut bola basket mereka untuk kemudian ditembakkan ke arah gawang, Sejauh ini mereka semua belum ada yang bisa memasukkan bola. Lalu muncul salah satu sosok berkostum baju basket berwarna biru. Ia menunjukkan tembakannya yang akurat masuk ke arah gawang dengan mudahnya, memnuat kami semakin semangat untuk mengalahkannya.

Murid-murid pun pada berdatangan. Aku semakin aktif berjalan ke sana kemari, menyapa tanpa malu teman-teman yang tidak pernah terlalu akrab denganku. Kulakukan sambil sesekali merebut bola basket dan mencoba menembakkannya ke gawang. Mereka pun satu-satu mulai mengisi bangku-bangku yang kosong di lapangan tersebut.

Ketika bukan giliranku bermain, aku memutuskan untuk kembali ke bangkuku di pojok lapangan. Di situ aku melihat H duduk tidak jauh dariku. R duduk tepat di depanku, dan karena lapangan semakin penuh kita harus saling merapat. Maka H duduk tepat di depan R. Kukira dia akan marah pada ternyata ridak. Ia tersenyum riang seperti biasa. Awalnya sedikit canggung denganku yang berusaha terus menunduk dan memasang muka datar. H bilang bahwa ia belum bisa menepati janjinya, "Menjadi teman kalian selamanya." Saat itu pun akhirnya ia berani menggangguku. Bercanda denganku. Aku berusaha menahan tawa. Aku sangat ingin sekali berteman kembali dengannya, tetapi aku membayangkan betapa marahnya C jika melihatku berinteraksi dengannya. Betapa marahnya ia seandainya aku mengambil gambar kami bertiga dan melihatku bersama H. Maka dari itu, aku berusaha untuk tidak merespon apapun terhadap yang H katakan. Menyedihkan! Aku bahkan melihat F duduk tidak jauh dari H dan aku bahkan tidak bisa membayangkan apa yang bisa kulakukan dengannya.

Aku memutuskan untuk bermain basket kembali. Tadi guru kami sempat datang dengan baju trainingnya, atasan kaos putig dan bawahan celana panjang biru bergaris putih. Aku tidak dengar apa yang ia katakan, tapi aku tahu ia adalah guru yang bebas, maka dari itu aku kembali bermain basket dengan para cowok lainnya. Lapangan semakin ramai karena murid lain mulai berdatangan, maka dari itu mereka membuat daftar antrian untuk kami yang mau bergabung bermain bola, tepatnya bergantian menembakkan bola ke gawang, Aku pun segera menuju meja registrasu di sudut lain lapangan dan segera mendaftarkan diriku di sana.

Giliran pertamaku untuk menembakkan bola kulakukan dengan melakukan lay out. Sayangnya bola gagal masuk ke dalam ring. Aku melihat murid lain beberapa sedang sibuk mengopi PR Matematika dari yang sudah mengerjakan. Aku sedikit cemas melihatnya. Sembari menunggu giliran berikutnya, aku berputar menghampiri anak-anak yang lain. Aku senang bisa berinteraksi bebas dengan mereka, pindah dari satu bangku ke bangku yang lain. Inilah aku, pikirku.

Pada giliran kedua, aku mencoba menembakkan bola dari arah yang jauh. Aku pun menembakkannya namun tidak masuk, malahan boal tersebut terpental mengenai F. Aduh... Aku pura-pura tidak melihat, tetapi M menggodaku. Aku hanya bisa tertawa dan membalasnya dengan candaan.

Karena giliranku selesai, aku memutuskan untuk duduk di salah satu bangku. Mungkin ini saatnya aku mulai ikut mengkopi tugas Matematika yang belum kukerjakan.

Saat aku mulai mengerjakan, aku merasa ada yang menarik-narik rambut gondrongku sambil bercanda. Ketika kulihat, yang melakukannya adalah F! "Akhirnya, ini ya ekstensi rambut yang selalu Mas pake," katanya padaku dan teman-temannya yang lain. Padahal itu rambut asliku, makanya mereka tertawa. 

Aku melihat bahwa akhirnya F berbicara padaku. Aku senang sekali! Tanpa sengaja aku menyentuh paha J yang sedang duduk di antara kami berdua. Aku tiba-tiba menginat C dan merasa lega bahwa mulai saat ini aku sudah bisa mencintainya sepenuhnya. F akhirnya bicara padaku setelah sekian lama. Aku pun merasa sudah bisa move on darinya. Masalah selesai.

Terima kasih ya F, karena akhirnya kamu mau berbicara denganku. Walaupun singkat. Walaupun hanya melalui mimpi. Semoga ini adalah akhir dari konflik kita yang telah lewat sekian lama.

Thank you for letting me move on. I love you for that.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Asian Value dan Human Rights | Opini

Masa SMA 4: Malam Perpisahan | Blog