Menghembuskan Nafas

Kalo aku sedang cemas dan banyak pikiran, biasanya aku menumpahkannya dalam sebuah daftar. Semacam to-do-list gitu. Isinya apa saja hal-hal yang harus kukhawatirkan dan harus kukerjakan. Daripada pikiran semerawut di otak, lebih enak dijadikan tulisan yang terstruktur.
Kali ini, apa aja sih yang kukhawatirkan...?


1. *Sensor*
Jadi sebenarnya aku nggak mau reveal soal ini makanya aku sensor. Tapi aku takut banget karena kemungkinan akhir bulan ini akan ada langkah menuju *sensor*. Aku takut banget karena aku merasa nggak ada duit. Aku nggak tahu bakalan gimana tuh teknisnya. Mulai dari *sensor* nya sendiri sampai perencanaan setelah itu. Kalau misalnya jadi tahun depan, semoga dalam waktu tersebut aku sudah siap secara finansial. Diniatkan aja yang baik-baik. Amin.

2. Kerja
Aku pengen kerja. Pengen punya uang. Pengen berdikari. Pengen mandiri. Aku udah ngelamar ke mana-mana dan ya, alhamdulillah nyantol satu. Tapi masih sebatas magang online di sebuah startup di Jakarta. Kalo udah selesai magangnya, gimana caranya aku ke Jakarta, ya kan? Alasan pertama sih Corona. Kalo emang udah reda, aku beranikan diri deh ke Jakarta. Permasalahan kedua tentunya biaya hidup. Permasalahan ketiga adalah LDR. Hahaha makin ribet aja. Bingung gue. Apalagi tahun depan aku sudah harus internship yang notabene harus kerja daerah sebagai *hoek* dokter selama setahun. Itu anjing *gukguk* banget sih. Semoga itu pengorbanan terakhirku di dunia kedokteran yang busuk ini. Mwahahaha!

3. Ujian!
Abis ini aku yudisium huhuhu... Kekhawatiran pertama adalah harus mengulang. Yang mana pasti males banget harus mengikuti kegiatan kedokteran yang itu-itu lagi, walaupun kemungkinan terbesar bakalan online karena adanya corona ini. Biasanya, motivasi terbesarku adalah: Aku nggak akan ngulang sendirian. Yah, nggak tahu deh. Terima aja apapun hasilnya.
Kedua, kalaupun lulus, itu artinya aku harus siap-siap menghadapi ujian yang bertubi-tubi. Ujian penentu apakah aku bisa dapat gelar dokter atau tidak. Ya Tuhaaaan, kenapa cobaanmu tidak kunjung berakhir sih? Aku sudah lelah dengan kedokteran yang tidak hanya susah, tetapi juga tidak menarik dan tidak nyambung sama jalan karirku.
Ya mau nggak mau, gelar dokter memang menjadi batu loncatan terbesarku untuk berkarir di bidang lain. Yang aku benci adalah dosen-dosenku yang memperlakukan semua anak didiknya seolah-olah mereka semua mau menjadi seorang klinisi. Capek deh. Aku sih ogah. Semoga aku nggak perlu jadi klinisi. Kalaupun kepepet jadi klinisi, yah setidaknya yang menyenangkan lah, seperti kerja di puskesmas dan menciptakan inovasi-inovasi baru serta jadi psikiatri yang memang aku impikan. Semoga...
Yah, mau nggak mau harus ikhlas dan sadar bahwa untuk mencapai semua mimpi itu, ujian anjing *gukguk* ini harus kujalani dulu. Semangat aja lah! Namanya juga hidup. Kadang harus memaksakan diri untuk melakukan hal yang tidak menyenangkan. Sigh...

Hmm, ternyata kekhawatiranku cuma 3 secara umum. Berat-berat sih emang. Tapi namanya badai pasti berlalu. Walaupun harus luka-luka, ya sudah dijalani saja. Hanya Allah swt yang dapat menentukan takdirku. Aku hanya bisa berusaha, dan seharusnya, meminta kepada-Nya.

Sebenarnya 3 besar itu bisa di-breakdown lagi sih! Tapi ya udahlah. Ntar malah jatuhnya overthink. Yang penting take action dulu baru ntar mikir lagi. Hadehhhh.... Nggak tau lah. Bismillah aja.

Harusnya emang aku perbaiki akhlak dan kembali ke jalan yang benar deh. Nggak mungkin bisa selesai nih urusan tanpa campur tangan Allah swt. Astaghfirullahaladzim.....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Asian Value dan Human Rights | Opini

Masa SMA 4: Malam Perpisahan | Blog