Pacar

Pacar.


Aku memutuskan untuk punya pacar sejak Desember tahun lalu. Ada seseorang yang kutemui di dunia maya dan aku setengah mati berusaha untuk membuatnya mau jadi pacarku. Tujuannya sederhana: Aku mau punya pacar dan aku merasa dia orang yang tepat.

Kukira dengan punya pacar, masalah hubungan cintaku sudah selesai. Masa depan percintaanku terjamin. Kukira dengan bertemu dengan orang t yang punya kesulitan hidup yang sama, kita berdua bisa menjalaninya berdua. Susah bareng, seneng bareng. Semuanya bersama sampai nanti tiba waktunya untuk menikah dan membesarkan anak kita. Selesai. Simpel. Ternyata tidak semudah itu.

Aku tidak bisa membuatnya bahagia. Aku tidak pernah bisa memuaskannya. Dia ingin segala kriteria pria yang tidak aku punya: Ganteng, mapan, dan baik hati. Aku bukan orang seperti itu. Aku hanya bisa jadi teman yang suportif, tidak lebih. Aku berusaha untuk bekerja keras, memutar otak untuk menyelesaikan masalah finansialku, tetapi hal tersebut tidak cukup buat hubungan ini. Aku terlalu kekanakan. Aku mudah cemburu dan mudah sakit hati. Aku menyebalkan. Aku tidak bisa jadi pangeran berkuda putih baginya. Aku tidak bermanfaat bagi hidupnya.

Padahal dia orang yang tepat. Cewek sederhana yang, meski punya banyak kekurangan, tetap mau belajar dan tidak sombong. Aku butuh cewek yang mau menemaniku dari nol, tetapi rasanya aku terlalu egois untuk memintanya menjadi cewek tersebut. Dia pantas mendapatkan cowok yang lebih baik, lebih dewasa, lebih kaya, dan lebih bisa membuatnya bahagia. 

Aku kira bisa punya pacar yang mau menemaniku menjalani susah-senang hidup ini bersama. Namun kenyataannya hal tersebut terlalu egois untuk kuminta. Dan ketika aku sudah jatuh terlalu dalam, kini aku gagal dan sendirian. Bukan kebahagiaan yang kubutuhkan, aku hanya ingin melakukan segalanya dengan benar. Nyatanya aku salah dan selalu salah.

Maka dari itu lebih baik aku sendiri dan ditinggalkan. Siapa yang butuh orang gagal kan? Lebih baik aku mati. Aku tidak pantas bahagia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Asian Value dan Human Rights | Opini

Masa SMA 4: Malam Perpisahan | Blog