I Hate Vanilla

I HATE VANILLA
Short story by Andika Hilman


Haeju found her date on Tinder.

Baginya cowok ini menarik. Dia tidak pernah bertemu orang yang senyambung ini sama dia. Mereka berdua ngobrol banyak melalui aplikasi 'cari jodoh' tersebut. Haeju sangat terbuka nge-chat dengannya. Dia merasa cowok ini bisa menerima betapa aneh dan cerewetnya dia. "Seru!" begitu menurut Haeju. Dia merasa sangat nyaman untuk ngobrol dengannya.

"I wish I can meet you..."

...kata cowok itu suatu hari.
"Ya boleh aja sih..." jawab Haeju, tentunya. Dia sangat terbuka dengan ide bertemu dengan teman baru misteriusnya ini. "Tapi aku bukan cewek cantik ya... Jangan kecewa," katanya harap-harap cemas, berharap bahwa hal tersebut bukanlah masalah besar bagi sang cowok.
"Tenang saja," balasnya, "Kamu juga, jangan berekspektasi terlalu tinggi padaku ya..." Haeju membaca balasan tersebut kata demi kata. Mencoba merasionalkan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Sayangnya, semua itu hanyut dalam perasaannya yang campur aduk. Dia lagi senang! Hanya itu yang dia tahu saat ini. Dia akan bertemu cowok misterius yang telah mengisi hari-harinya belakangan ini. Baginya, hanya itu yang penting.

Sampailah pada hari-H mereka janjian bertemu.
Haeju belum pernah kopi darat dengan seseorang yang dikenalnya melalui internet sebelumnya. Dengan polosnya, ia meminta cowok tersebut untuk menjemputnya. Rumah Haeju tepat berada di gang belakang sebuah gudang tempat ia bekerja, sehingga ia menyuruh sang cowok untuk menunggunya di tempat kerjanya tersebut.
Haeju masih berdandan di rumah ketika cowok tersebut sampai di depan kantornya. Ia sangat malu ketika ia tahu bosnya sempat bertemu dengan sang cowok. Ia menerima telpon bosnya dengan rasa malu.
"Haeju... Ini temanmu sudah menunggu," kata Cece Lina, bosnya.
"Iya, Cece, Haeju ke sana..."

Sesampainya di tempat kerja, Haeju melihat sang anak kedokteran sudah siap dengan motornya. Sesuai kesepakatan yang telah disetujui sebelumnya, si cowok harus ijin ke orang tua Haeju sebelum mengajaknya pergi. Haeju pun mengantar sang cowok dengan canggung ke orang tuanya. Ayahnya, seperti biasa, tidak banyak bicara. Hanya tersenyum ramah, sama seperti yang ia lakukan ke setiap orang baru yang ia temui. Beda dengan ibu yang mengajaknya ngobrol dengan satu sama lain. Kurang lebih ia bertanya latar belakang sang cowok dan di mana dia biasa bekerja. Setelah basa-basi dan, yang sangat membuat Haeju lega, si cowok pamit dengan sangat sopan, mereka berdua pun pergi menuju tempat makan yang telah mereka sepakati bersama. Ia berharap sang cowok dapat menghambil hati ibunya.

Sepanjang perjalanan, Haeju terngiang-ngiang mengenai apa yang ibunya katakan ke cowok tersebut sebelum berangkat. "Jangan pulang malam-malam yaa..." katanya.
"Memangnya apa yang dipikirkan ibu ya? Hihihi..." pikir Haeju dalam hati.

Tidak jauh dengan saat ngechat, di dunia nyata pun si cowok sangat asyik untuk diajak ngobrol. Ia berhasil membuatnya merasa nyaman, meski sedikit agak canggung. Haeju nyaman menceritakan lebih mengenai kebiasaannya sehari-hari kuliah dan kerja sampai mengenai pengalamannya terakhir kali pergi ke konser grup musik kesayangannya. Mereka berdua saling melempar lelucon satu sama lain. Haeju senang karena cowok tersebut adalah pendengar yang baik dan juga, tampaknya bisa diandalkan.
"Apakah kamu pernah bertemu dengan cowok dari Tinder sebelumnya?" tanyanya.
"Ini pertama kalinya buatku," jawab Haeju.
"Sama, aku juga."

Mereka berdua ngobrol sambil makan dua burger, dua bungkus kentang goreng, dan dua gelas milo. Semua itu ditambah sekotak kecil nasi ayam dan semangkuk es krim kesukannya. Sebelum memakan burgernya, seperti biasa, Haeju memisahkan tomat dan seledri yang memang ia benci.
"Kamu tidak sayur?" tanya si cowok.
"Aku tidak suka rasanya. Aneh," jawab Haeju, "Hmm enak juga burgernya! Seandainya minumannya diganti es teh pasti sempurna deh!"
"Kamu nggak suka milo?"
"Aku nggak suka coklat," kata Haeju, sebelum direspon oleh sang cowok yang ternyata punya selera yang sama.
"Aku jadi ingat. Sebenarnya sebelumnya aku HAMPIR kopdar dengan seseorang dari Tinder," cerita sang cowok, "Waktu itu kita bahkan sudah janjian bertemu di Starbucks. Sebelumnya ia menyarankan ke sebuah rumah makan, tetapi jujur bagiku tempat itu terlalu mahal!" si cowok bercerita bahwa ia mengurungkan niatnya karena merasa life-style cewek tersebut tidak sesuai dengannya. 
"Kalo aku, aku tidak suka ke tempat-tempat seperti Starbucks," kata Haeju. "Apakah mungkin karena kamu tidak suka kopi?" tanyanya.
"Yap!"
"Aku juga tidak suka kopi. Aku lebih suka teh..." Haeju tersenyum mendengar hal tersebut.

"I always hate chococlate..."
"You know what? Me too!"


Setelah makan, mereka memutuskan langsung pulang. Waktu menunjukkan pukul 8 malam. Haeju duduk di boncengan motor si cowok sambil mengarahkannya menuju rumahnya. 
"Oh iya, sebelum pulang mampir ke indomaret dulu boleh ya?" tanya Haeju. Dia sedang merencanakan sesuatu. Jantungnya berdetak sangat cepat saat itu.

I wonder... What does all this mean?

Sesampainya di toko, ia langsung menuju ke kulkas dingin sesuai rencananya. Ia tidak yakin apa yang cowok tersebut suka, maka ia memutuskan untuk mengambil dua kotak susu rasa vanilla. Rasa kesukaannya. Ia sudah memutuskan untuk membelikannya susu ini sejak tadi. Haeju ingin menunjukkan apa yang dia rasakan kepada sang cowok, meski ia sendiri tidak yakin apa yang sebenarnya yang ia rasakan.
"Ini, satu buat Kakak," kata Haeju sambil menyerahkan satu kotak susu vanilla yang sudah dibayarnya.
"Ya ampun, i... ini buatku?? Terima kasih! Maaf, aku tidak beli apa-apa..."
"Tidak apa, Kak. Aku tidak tahu Kakak suka apa, makanya aku beli ini," terang Haeju.
"Pas banget sih! Aku suka vanilla kok," jawabnya.
"Kakak juga suka vanilla?"

Setelah mengobrol sedikit di depan toko sambil meminum susu. Akhirnya, sang cowok mengantar Haeju pulang sampai ke depan gang rumah Haeju.
"Aku tidak usah masuk ya?" tanyanya.
"Eh iya, Kakak yakin tahu jalan pulang dari sini?"
"Sepertinya aku hafal..."
"Yakin, Kak??? Tidak apa lho aku tunjukkan arah sambil aku naik motor," tanya Haeju khawatir.
"Tenang saja, Ju, aku bisa pakai GPS kok..."
"Kakak yakin???"
"Iya, yakin kok. Yah, kalaupun nanti aku nyasar, paling juga aku dibegal orang."
"Hihi... Kalau nyasar jangan chat aku ya?" canda Haeju.
"Oh, aku pasti akan chat kamu. Nyuruh kamu jemput aku! Haha..."
"Hahaha..."
Anyway, aku pulang dulu yaa....."
"Ya udah pulang sana, pulang sana!" canda Haeju lagi. Sang cowok tertawa mendengarnya.

Haeju melihatnya terakhir kali, memutar motornya ke arah pulang. Ia melambaikan tangan dan tersenyum kecil sebelum meninggalkan Haeju pergi. Haeju tidak yakin apakah barusan dia membalas senyumnya atau hanya berdiri bengong dengan bodohnya. Yang pasti, langkahnya sangat ringan saat ia berjalan pulang menuju rumahnya. Ia berusaha menyembunyikannya senyumnya di depan orang tuanya tetapi gagal. Saat itulah ia cukup yakin dengan apa yang sedang ia rasakan.

"...Nice to meet you, Oppa!"

Haeju berterima kasih kepada sang cowok untuk terakhir kalinya melalui chat. Dia menuliskan pesan, singkat saja, bahwa ia senang telah perjalanan malam itu. Ia tidak ingin percakapan mereka berakhir cepat. 
30 menit... 1 jam... Sang cowok belum membalas pesannya.
"Mungkin macet di jalan," pikir Haeju.

2 jam...

3 jam...

Belum ada balasan.


2 hari...




3 hari...




4 hari...

Ibunya mulai menanyakan mengenaik kabar sang cowok. Begitu pun Ce Lina yang sempat bertemu dengannya malam itu. Haeju tidak tahu harus menjawab apa saat mereka bertanya mengenainya...



5 hari...




Seminggu...







Sekian hari kemudian...





Kini teman-teman Haeju semua sudah tahu apa yang terjadi. Sang cowok hilang tanpa kabar. Pesannya tidak pernah dibalas. Butuh waktu lama bagi Haeju untuk menerima apa yang sebenarnya terjadi.

Ia ingat kebodohannya meminta untuk dijemput oleh sang cowok meski ia sadar ruamah mereka sangatlah berjauhan... Ia ingat kebodohannya membiarkan malam itu berakhir cepat. Ia menyesal baru menyadari kode sang cowok untuk mengajaknya nonton malam itu... Ia menyesal bahwa ia pura-pura tidak menyadarinya... Ia menyesal dengan semua leluconnya yang mungkin terlalu kasar... Ia menyesal karena ia mungkin telah menjadi cewek yang terlalu cerewet... Ia menyesal tidak memakai cukup make-up... Ia menyesal telah memadukan celana pink bodohnya dengan sweater merah-putih... 

Ia menyesal telah memilih pria yang salah.


"Haeju, kamu baik-baik saja?" tanya Ibu dari luar kamar.
Haeju mengelap ujung matanya. Ia tidak tahu harus berkata apa pada ibunya. "Ah, mungkin tidak apa kalau ibu tahu," bisiknya pada diri sendiri, "Ini bukan pertama kalinya aku bertindak bodoh, kan?"

Haeju membuka pintu kamarnya dan langsung memeluk pinggang ibunya. Tanpa perlu berkata apa-apa, Ibu memeluk balik Haeju dan mengelus rambutnya dengan lembut.

"Ibu..." panggil Haeju.

"Ya, Sayang?"

"Aku pernah bilang kan kalau aku nggak suka rasa coklat?"

"Lalu?"

"Mulai hari ini, aku punya rasa lain yang aku tidak suka...












...I hate vanilla."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Asian Value dan Human Rights | Opini

Masa SMA 4: Malam Perpisahan | Blog