Tidur, Tertidur, Bangun, Terbangun lalu Terbangun Lagi [Random Morning]

Cerita dibuka dengan adegan aku membeli pentol di suatu tempat dekat perumahanku.

Saat itu aku membeli beberapa pentol puyuh besar yang jika ditotal herganya mencapai Rp17.000,00. Padahal seingatku aku cuma beli 5. Meski berat karena masa itu pas lagi susah duit, akhirnya aku tetap beli karena aku nggak sempat membatalkan pesanan. Setelah membeli aku pun ke pojokan untuk menikmati baksoku.

Sesaat kemudian turun hujan yang sangat deras. Pada saat bersamaan teman lamaku yang tidak akan kusebut namanya turun dari sebuah mobil untuk membeli pentol juga. Kami pun saling menyapa. Singkat cerita ia menawarkan untuk mengantarkanku pulang, daripada menunggu hujan di tempat yang sejujurnya tidak terlalu nyaman juga. Awalnya aku menolak, tetapi karena dia memaksa akhirnya aku pun setuju dan masuk ke dalam mobil sedan merahnya. Aku masih ingat saat itu ayahnya yang menyetir. Sejujurnya saat itu aku malu karena belum pernah ke rumah temen cewekku sebelumnya, apalagi tanpa ditemani teman-teman lain seperti ini.

Beberapa saat kemudian kami sampai di kediamannya. Ia tinggal di sebuah gedung besar, semacam hotel tapi sebesar dan selengkap mall (aku tidak yakin). Setelah pintu masuk ada restoran yang cukup besar dan ada beberapa toko-toko yang saling berjarak 5 meter. Kami bertiga masuk ke bagian paling belakang gedung tersebut, yaitu semacam bangsal di rumah sakit. Ternyata ayahnya memang sedang sakitdan harus beristirahat. Saat itu aku jadi merasa agak sungkan.

Aku dan temanku yang cantik ini ngobrol sedikit. Btw penampilannya masih sama saat pertama kali aku bertemu dengannya. Rambutnya sebahu, kulitnya cerah dan senyumnya lebar yang kadang memperlihatkan gigi gingsul yang manis. Aku tidak ingat apa yang kami bicarakan waktu itu, yang jelas waktu itu hujan sangat deras di luar sehingga hawanya terasa sejuk. Dan entah mengapa aku merasa jetlag (mungkin nervous ketemu dia). Dia bilang nggak usah sungkan kalau mau tidur. Meski sudah kutolak dan kucoba tetap terjaga, tahu-tahu aku sudah tertidur sangat lelap.

***

Aku terbangun di tempat yang sama. Masih di kediamannya, tepatnya di atas salah satu tempat tidur rumah sakit. Tidak ada siapa-siapa di situ, selain orang-orang asing yang mungkin pengunjung gedung tersebut. Sejenak aku mencoba untuk mengumpulkan nyawaku. 'Oke, aku sudah bangun! Berarti ini bukan mimpi,'pikirku. Hal pertama yang terlintas setelah itu hanyalah mencari dia. 'Di mana kira-kira dia di tempat seluas ini?' pikirku lagi.

Pertama aku berlari ke pintu depan untuk melihat keadaan di luar. Ternyata di luar sudah gelap, tetapi sudah tidak hujan. Restoran yang sebelumnya kulewati sewaktu awal datang sekarang sudah penuh dengan pelanggan. Mayoritas tampak seperti orang-orang kaya. Karena tidak ada dia di sana aku lalu berlari lagi. Aku memasuki beberapa toko di dekat situ, tetapi tetap aku tidak menemukannya. 'Jangan-jangan dia tidak ada di gedung ini. Jangan-jangan dia meninggalkanku?' kataku dalam hati,'Ah tetapi tidak mungkin!' kataku lagi.

Aku melanjutkan mencari. Kali ini aku mencari di daerah belakang gedung  Setelah lari ke sana-kemari akhirnya aku menemukannya! Saat itu ia sedang mengajar anak-anak kecil di dalam semacam ruang penitipan anak. Dia memakai seragam mengajar dan tampil sangat rapi. Aku tidak pernah lihat sisi kepribadiannya yang penyayang seperti ini. Aku masuk sebentar untuk sekedar mengodenya bahwa aku datang, lalu aku langsung keluar lagi dan menunggunya sambil masih terengah-engah.

Beberapa saat kemudia dia pun keluar. Ia sudah selesai dengan pekerjaannya ternyata. Aku lupa kenapa tapi kami lalu berjalan menuju ke luar gedung. 

Saat itu langit sudah sangat gelap. Awalnya aku berniat langsung pulang. Dia juga tampaknya habis itu mau ada urusan dengan teman-temannya. Namun aku memberanikan diri untuk bertanya.

"Tadi aku dengar mau ada film diputar jam 9 malam ini..." kataku,"Nonton yuk!" Aku tahu dia suka nonton film jadi aku cukup pede. Namun dia hanya diam saja. Dia tersenyum. Tersenyum yang  manis sekali, sama seperti biasanya. Senyuman yang sama yang tampaknya tak akan pernah hilang. Aku tidak pernah melihat orang tersenyum seperti itu padaku sebelumnya dan, sejujurnya, aku menikmatinya

Aku bahkan tidak ingat ia mengiyakan ajakanku atau tidak, tetapi memori itu masih kuingat sampai detik ini. Sampai aku bermimpi mengenai kehidupan nyataku pagi ini......

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Asian Value dan Human Rights | Opini

Masa SMA 4: Malam Perpisahan | Blog