KCSL #2: Kirana Kirana Aku

[Baca dulu: KCSL 1]
KISAH CINTA 1000 LANTAI #2:
'KIRANA KIRANA AKU'
oleh Andika Hilman

Kau.

Kau adalah hadiah yang Tuhan berikan padaku. Mungkin kau terganggu ketika semua orang menjodohkan kita. Tidak, aku juga tidak berminat mencintaimu. Namun tahukah kau bahwa kau lebih dari sekedar manusia di hidupku? Sekali lagi, kurasa kau memang diciptakan Tuhan untukku. Untuk hari ini. Untuk hari-hari kemarin. Dan untuk masa depan sampai Tuhan kembali yang memisahkan kita. Percayakah kau akan hal tersebut?

Mungkin kedengaran bodoh. Ah, aku memang bodoh makanya setiap omonganku terdengar seperti ini. Iya... Bodoh.... Bodo amat! Akutulus mengatakannya. Aku sadar tanpa kamu aku bukan siapa-siapa di dunia ini. Tanpa sadar aku menyukamu lebih dari yang seharusnya. Mungkin kau akan terganggu.... Ya, kau jelas terasa terganggu dengan hal ini. Aku sadar, tetapi aku tidak pedul. Aku ingin mengenalmu lebih jauh.

Aku penasaran di mana kamu tinggal... Aku ingin tahu di mana rumahmu, di mana kamu tidur, seperti apa posisimu saat tidur dan akankah kau tidur bersamaku. Ah.... Aku penasaran manusia mana yang akan beruntung memilikimu. Jika suatu hari nanti kamu menikah tanpa kau undang pun aku pasti akan datang. Pasti! Aku penasaran dengan siapa kau akan bersanding nanti? Siapakah orang yang berhasil membuatmu tersenyum lebar hari itu? Siapa sih orang mampu membuatmu rela berkorban menghadapi manusia-manusia kejam di luar sana demi tetap bertahan hidup bersamanya? Oh tidak banyak sekali yang ingin kutanyakan padamu! Aku tidak peduli apakah kamu menyukai lagu di playlist hapeku. Aku tidak peduli jika kamu tidak suka dengan acara TV yang aku tonton. Aku tidak peduli jika kamu benci dengan caraku hidup. Aku hanya ingin tahu semua hal tentangmu. Aku penasaran! Aku tergila-gila sama kamu. Aku gila, dan itu ke kamu!

Aku bahkan takut menyebut namamu. Nama apa ya yang kira-kira bisa kuberkan padamu..... Nama seperti apa yang kamu suka, sayang? Eh, maaf! Keceplosan hehehe.... Oh please jangan benci aku. Aku belum selesai denganmu. Tolong duduklah dulu di sana supaya aku bisa merasakanmu. Aku hanya perlu memberikan sebuah nama panggilan untukmu.

Kirana? Apakah kau suka nama itu?

Ya, sejak detik ini akan kupanggil kau Kirana. Kau adalah Kiranaku. Kau adalah orang yang tidak akan pernah kegapai Kau adalah mimpi tak teraih. Kau adalah kegagalan dari perjalananku. Kau adalah pemescah hatiku. Hati berserakan yang sudah kusapu tadi pagi. Aku tidak akan bisa kehilangan apapun lagi. Maaf, Kirana, aku tidak bisa tidak mencintaimu.

Aku bahkan mencintaimu ketika aku sedang tidak melakukan apa-apa. Ketika aku duduk di pojokan melihatmu bersama kerumunan orang. Lampu berkelip membuatku melihatmu, tetapi aku tahu kamu sedang mencoba menikmati malam itu. Aku tidak bisa memastikan bahwa kau tersenyum, tetapi aku bisa merasakan mabuk yang telah meninggikan akalmu. Aku bahkan masih menyukaimu saat itu. Di saat terbodohmu. Di saat aku sedang bersama orang-orang bodoh lainnya sedang mengingkari kejamnya kehidupan. Mencoba menjadi raja sehari setelah mengacungkan diri saban pagi. Kau budak, Kirana. Dan aku adalah raja yang berdiri di atas sistem. Aku melihatmu dari atas singgasanaku.

Ahh...........................
Aku tidak seharusnya minum. Bagaimana aku harus menyetir malam ini?

***

Aku duduk di salah satu kursi di lobby pagi ini. Segar. Tidak seperti malam itu ketika aku mengikutimu dari jauh. Aku harus sehat hari ini karena inilah hari di mana aku akan menjalankan rencanaku. Semua sudah kuatur. Tidak ada yang mengetahuinya selain Tuhan dan aku. Sebenanya aku merasa bodoh melakukan ini, tetapi aku tidak punya kehilangan apapun saat melakukannya Sudah kubilang kemarin bahwa harga diriku telah hancur. Dan aku sekarang di sini tersenyum lebar karena telah siap melakukan apa yang mau aku lakukan. Aku akan melakukannya, Kirana, aku akan melakukannya.

Aku menunggumu sampai kamu tiba beberapa menit sebelum jam masuk kantor. Dari tempat parkir aku melihatmu berjalan terburu-buru dengan tas hitam di tanganmu. Keringat menetes seksi di dahimu membuatku ingin terburu-buru menghampirimu. Baiklah, ini saatnya.

Inilah saatnya, Kirana......

Aku berjalan cepat menuju depan lift. Beberapa detik kemudian Kirana pun datang mendekat. Kebetulan seketika itu salah satu lift terbuka. Aku pun mengikutinya masuk ke dalam. Sekarang aku sedang berdua denganmu, Kirana. Sadarkah kau akan hal itu?

***

“Gila kamu!” seru seseorang dengan nama Kirana. Nama asli.

Aku tertawa terbahak-bahak mendengarnya. “Aku berpikir kapan lagi aku ngelakuin hal kayak gitu. Iya nggak?”

“Tapi beneran deh. Di. Waaaah........ Kamu berani banget!”

"Masa lalu laaah...." Jawabku lalu terkekeh karena mendengar Kirana tampak begitu takjub dengan apa yang telah kulakukan pada Rian. “Sejujurnya awalnya aku pede karena aku kan cukup ganteng, ehem.... Tubuhku juga lumayan bagus. Tapi ya gitu, sayangnya dia bukan tipe yang bisa belok. Makanya aku sadar aku harus move on, sayang. Bibirnya adalah hal terakhir yang kuminta sebelum aku bisa bear-benar melupakannya.”

“Hmm.... Trus, gimana? Sukses move on-nya?”

“Dalam proseslaaah... Hihihi...”

Kirana dan aku pun berbincang semalaman. Kebanyakan sih aku yang curhat. Biasalah, kaumku jarang punya pendengar makanya malam itu kutumpahkan semua kegundahanku pada Kirana. Dia adalah satu-satunya orang yang mau menerimaku apa adanya. Hebatnya dia tidak tergoda denganku. Yah aku cuma berharap supaya dia tidak baper karenaku. Aku tahu Kirana adalah wanita yang kuat. Kalau tidak Kirana tidak mungkin menjadi seorang penyendiri di sebuah kantor besar yang terkenal sebagai ‘gedung 1000 lantai’, ya kan?

“Sayang, aku terima kasih banget lho kamu mau menemaniku malam ini,” kataku setelah kita lama berbincang.

“Iya, Aldi, aku seneng kok. Aku juga jadi punya temen kan? Tahu kan nggak enak banget tinggal di apartemen setinggi ini sendirian?” Kirana memang suka ketinggian. Meski tidak setinggi kantornya, ia memilih tinggal di apartemen bertingkat di lantai atas. Sebenarnya itu juga yang menjadi penyatu kami berdua karena dia cukup tertarik dengan pekerjaanku sebagai pembersih jendela kantor.

“Udah malam, Ran?” kodeku.

“Mau pulang ya?” tanyanya. Kami berdua pun berdiri. Aku memeluknya sebagai salam perpisahan.

Aku berkata,”Jangan pergi ke......”

‘PRANK!!!’

“Aaaaaaaaw!” teriak Kirana.

Kami berdua kaget karena tiba-tiba kaca Kirana pecah seperti ada sesuatu yang menembus masuk. Aku tidak yakin itu apa. Kirana memelukku ketakutan sedangkan aku masih syok dengan kejadian aneh ini.

“Apa yang sedang terjadi?” pikirku.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Asian Value dan Human Rights | Opini

Masa SMA 4: Malam Perpisahan | Blog