Air 2.1: Hiu Putih dan Kamu

HIU PUTIH DAN KAMU
('Air' New Chapter)
oleh Andika Hilman

Tubuhku berlumuran darah.

Begitu juga dengan air di sekelilingku. Perlahan aku tenggelam tak berdaya. Tidak ada lagi yang bisa kukendalikan. Bahkan seekor hiu sudah tampak berenang kemari. Aku seolah makan malam yang siap disantap. Tidak, aku tidak mau seperti ini! Aku mau mati, tetapi tidak begini. Aku tidak mau mati dengan caramu. Aku punya rencana yang lebih baik. Tidak... Tidak... Aku semakin tak bisa melihatmu dari sini. Aku tak yakin, tetapi kamu mungkin sedang tersenyum dari atas sana. Oh, tidak jangan pergi. Jangan tinggalkan aku di sini! Jangan.... Jangan... Plis jangan.........

BERANINYA KAMU!!!

Bisa-bisanya bukan AKU yang meninggalkan KAMU?! Kamu hanyalah seorang manusia lewat di hadapanku. Mengapa kamu bisa membunuhku? Mengapa kau bisa menusukku sedalam ini? Kau bahkan tidak secantik itu! TIDAK SECANTIK ITU! Kau hanya..... Tipeku. Ah bodo amat! Aku yang seharusnya meninggalkanmu, bukan sebaliknya! Mengapa? Mengapa?

Di mana kacamataku?

Mungkin karena itu aku kini tak bisa jelas melihatmu. Yang jelas jangan panggil namaku lagi. Aku bukan siapa-siapa. AKU HARUS MENINGGALKAMU, SIAL!!!! Jangan panggil namaku lagi! Bahkan sebagai seorang teman. Bahkan sebagai orang asing. Bahkan ketika kau membutuhkanku. Bahkan ketika aku membutuhkanmu. Tidak... Tidak... Aku tidak akan pernah membutuhkanmu. TIDAK AKAN!!!

Kini aku bisa melihat bayangan hiu mulai mendekatiku. Tidaaaaaak....... Mengapa harus sekarang? Mengapa kau melakukannya? Mengapa kau mempermainkan perasaanku?

Mengapa kau ada?

Mengapa kau melanggar aturan Tuhan?

Mengapa kau tidak percaya saja Kepada-Nya? Mengapa tidak menunggu? Mengapa tidak menutupi rambut-rambutmu yang indah itu? Mengapa tidak kau lindungi kecantikanmu? Mengapa tidak kau.....

Mengapa pisaumu masih bersarang di ulu hatiku? Mengapa kau menjadi kau? Mengapa saat itu aku menjadi aku? Mengapa saat itu aku tidak menjadi aku? Siapa aku waktu itu? Siapa aku sekarang? Bahkan dari kejauhan aku bisa melihat api neraka mengikutimu. Mengapa? Mengapa kau ada? Mengapa kau ada??? Mengapa......

Kau......





Tidak menggigitku.....






Rasanya tidak sakit..... Cuma dingin.
Dan masih bisa digerakkan.....

Dan aku bersyukur sampai tanganku terlahap hiu aku belum pernah menyentuhmu sekalipun. Aku bersyukur belum pernah main ke rumahmu, bertemu orang tuamu. Aku bersyukur aku masih muda. Masih belum punya pendapatan. Aku bersyukur tidak bisa apa-apa waktu itu..... Dan bahkan jika aku masih diberikan kesempatan untuk hidup, aku tidak tahu apa yang bisa lakukan tanpa kedua kakiku. Mungkin sekarang aku sudah mengemis dari tangan-tangan orang kaya tanpa perlu berdusta. Haha lucu sekali. Cinta yang kupelihara bertahun-tahun mendadak harus kumohon-mohon dari orang lain. Dari banyak orang. Aku bahkan tak yakin manusia masih menyimpan cinta buat orang lain. Mungkin tangisan iba... Mungkin senyuman... Mungkin kebodohan... Tapi tidak cinta. Tidak, tidak akan pernah cinta.

Bahkan ketika hiu putih ini menelan pisaumu aku tidak akan percaya dengan manusia. Apalagi setelah apa yang kau lakukan padaku:






Ya, tidak ada.












.....Selain memanggilku dari seberang rumah. Kau hanya indah, itu saja. Aku takut waktu tidak mampu membuatku meninggalkanmu. Bahkan setelah tubuhku telah berlumuran darah, hiu putih itu mengoyakku tanpa menelanku. Pergi.

Begitu saja.




[Baca serangkaian kisah Air 2 di:
1. Hiu Putih dan Kamu
2. Berkeringat Jahat
3. Cerita Lama
4. Bahuku Basah, Mataku Tidak (END)
dan Baca juga kisah Air 1: dan Mutiara]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Asian Value dan Human Rights | Opini

Masa SMA 4: Malam Perpisahan | Blog