Bahasa Angin
BAHASA ANGIN
oleh Andika Hilman
Angin berhembus, akhirnya, ke arah mereka. Muka mereka pucat pasi, tetapi masih hidup. Jawaban yang selalu mereka siapkan buat pertanyaanku kini telah menghilang. Kabut mulai pergi dan masa depan mulai tampak. Tampak. Gelap. Kepercayaan diri itu lenyap. Lampu sudah tak mampu redup lagi. Sama, seperti kaki yang tak sanggup berdiri lagi.
Angin berhembus, akhirnya, ke arah mereka. Muka mereka pucat pasi, tetapi masih hidup. Jawaban yang selalu mereka siapkan buat pertanyaanku kini telah menghilang. Kabut mulai pergi dan masa depan mulai tampak. Tampak. Gelap. Kepercayaan diri itu lenyap. Lampu sudah tak mampu redup lagi. Sama, seperti kaki yang tak sanggup berdiri lagi.
Kacau. Dunia kacau. Namun aku tak ingin mereka bersedih. Biar aku saja yang sedih. Aku tak ingin mereka jatuh. Biar aku yang jatuh. Karena jika mereka jatuh aku hancur, bahkan tanpa terjun dari jurang. Karena jika mereka mati aku yang tersiksa. Karena aku telah mati duluan. Sudah mereka bunuh duluan..... Mungkin mereka mencari teman. Hmm.....
Yang penting sekarang angin telah bertiup. Orang yang kasihan akan berharap ada harapan di ujung kisah pendek ini. Orang yang merasa realis hanya akan menggangguk kecil sebelum pergi. Orang yang pintar tidak akan membaca sampai sejauh ini. Orang yang bodoh menulis puisi dan berharap orang lain tidak mengerti apa maksudnya. Ini hanya kisah tentang angin, kawan, angin! Angin yang berhembus. Angin yang bisa membuat senang dan tenang menikmati alam..... Ataupun sedih bahkan ketakutan, tergantung apapun yang ada di pikiranmu.
Ah, yang pasti angin kali ini terasa sangat dingin!
Iya. Dingin.
Komentar
Posting Komentar