Joko Anwar's Little Note (About The Big Journey of A Film Maker)

Tulisan ini kesimpulan yang kuambil berdasarkan catatanku saat mengikuti kuliah tamu di UK, Petra Surabaya 17 Februari 2016 lalu yang dengan Joko Anwar (sutradara) dan Tia Hasibuan (produser) sebagai pengisi kuliah.
Pernahkah kalian penasaran bagamana sih film yang "BAGUS" itu?


Menurut Joko Anwar film bagus mempunyai dua kriteria penting, yaitu bagus secara TEKNIS serta secara ESTETIKA. Secara teknis berarti segala hal yang berhubungan dengan produksi film, seperti tata kamera, pencahayaan, miss en scene, teknik editing dan semacamnya. Teknis-teknis tersebut merupakan sesuatu yang bisa dipelajari. Contohnya untuk mengarahkan pemain, baik profesonal maupun awam, Joko Anwar menggunakan teknik yang sama. Ia memberitahukan kepada si pemain karakter yang akan diperankan, situasi yang sedang dialami karakter, serta apa yang ingin diraih oleh pemain tersebut.

Sedangkan estetika adalah pembawaan dari sang sineas. Nilai estetika sebuah film dipengaruhi oleh ideologi, pengalaman, selera, wawasan serta keputusan-keputusan hidup yang diambil oleh film maker. Salah satu hal yang dilakukan Joko Anwar untuk menambah pengalaman adalah mengajak berbicara semua orang yang ditemuinya dari segala kalangan, tua muda, kaya maupun miskin. Selain itu Joko Anwar suka skali pergi ke tempat-tempat umum, seperti bandara ataupun stasiun, di mana orang-orang tampil apa adanya. Ia suka mengamati realita orang-orang di sekitarnya.

Bagi Joko Anwar sendiri, story telling merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah film. Film yang bagus bisa mempersuasi penontonnya agar mau duduk dan menonton film tersebut dalam durasi kurang-lebih dua jam. Story sendiri merupakan sebuah perjalanan seseorang, yang awalnya hidupnya stabil, tetapi lalu sesuatu merusak kestabilan tersebut, shingga sang tokoh utama harus mengembalikan kestabilan hidupnya. Sebuah film dibagi menjadi tiga babak, yaitu A: beginning/pengenalan karakter, B: progressive dan C: climax/result, yang mana di antara A dan B ada inciting incident, serta di antara B dan C ada crisis moments.

Seorang sineas pasti ingin filmnya ditonton oleh banyak orang. Tidak ada film yang dibuat tidak untuk ditonton. Bagi Joko Anwar, tidak ada yang namanya film "festival" maupun film "bioskop". Festival dan bioskop hanya merupkakan wadah ekshibisi film saja di mana bioskop menjadi wadah yang paling besar. Film akhirnya mempunyai kebutuhan untuk beresonansi secara luas. Hal itu bisa dicapai jika film menjadi sebuah karya yang berbicara. Ada keterikatan emosi antara film dengan pembuatnya. Sebuah film pun akan punya nilai personalnya. Dengan film yang bagus tersebut kita bisa membentuk pasar, alih-alih mengikuti pasar tanpa mempertahakan kualitas filmnya.

Terakhir Joko Anwar berpesan agar jangan takut terjun di dunia film. Secara finansial pembuat film, dengan jabatan apapun, mempunyai nilai yang cukup tinggi dan aman. Ada dua tipe pembuat film, kata Joko, yaitu yang membuat banyak film agar mendapat banyak keuntungan, serta yang membuat sedikit film yang dapat keuntungan tinggi karena kualitasnya. Film pendek sendiri adalah wadah eksplorasi si sineas dan sebagai wadah mempromosikan diri dan keahliannya. Terutama bagi para remaja pada usia 20-an awal, harusnya sudah punya tujuan hidup dan visi karir yang jelas sebelum terlambat menentukan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Asian Value dan Human Rights | Opini

Masa SMA 4: Malam Perpisahan | Blog