The End of Budi

THE END OF BUDI
oleh Andika Hilman

Budi menatap segelas kopi yang ada di depannya. Beribu pengalaman yang telah lewati terputar kembali dalam kepalanya, seperti pemutar film yang sudah usang. Mayoritasnya gambarnya hitam, hanya ada bayang-bayang dirinya loncat dari satu kejahatan ke satu kejahatan lain. Gambar lainnya berisi amarah-amarah yang sengaja ia keluarkan. Imej yang ia ciptakan untuk menakut-nakuti penjahat itu kini telah terkenal ke seantor jagat raya. Budi tiba-tiba mengepalkan tangannya dan tak sadar menghantam meja kecil di depannya. Ia membuat kopi di hadapannya tumpah.

Budi tidak bergeming sedikitpun. Ia pernah menghadapi kekacauan yang lebih besar dari itu. Budi membiarkan kopi itu menetes dari meja, membasahi topeng hitam yang ia selalu kenakan saat muda dulu. Tangannya tergerak untuk mengambil topeng itu. Budi mengelapnya dengan sweater lengan panjangnya yang juga berwarna hitam. Setelah cukup kering, Budi lalu memasang topeng itu.

Dari balkon rumahnya di lantai dua, Budi menatap matahari yang hampir tenggelam. Tanpa ada yang mendengar, ia berbisik,"Mungkin ini saatnya aku berhenti. Seorang Budi boleh mati. Tetapi Budi-Man tidak akan pernah mati....."

Ia menutup matanya dan tersenyum.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Asian Value dan Human Rights | Opini

Masa SMA 4: Malam Perpisahan | Blog