Slank Nggak Ada Matinya [Short Review]
Judul: Slank Nggak Ada Matinya (2013)
Sutradara: Fajar Bustomi
Pemain: Adipati Dolken, Ricky Harun, Ajun Perwira, Aaron Ashab, Deva Mahenra, Merriam Belina
Sinopsis:
Film diawali ketika Slank tur 30 kota tahun 1997 dan kehilangan 2 gitarisnya. Abdee dan Ridho yang awalnya cuma menjadi additional players di tur itu ternyata dirasa cocok oleh Bimbim, Kaka dan Ivanka. Mereka berdua pun menjadi personil tetap Slank. Grup band beraliran blues yang mewakili banyak golongan anak muda di Indonesia ini ternyata mengalami berbagai masalah internal. Dua anggota baru Slank, dibantu dengan Bunda Iffet, berusaha mempertahankanimage Slank yang inspiratif dimulai dengan memperbaiki diri kebiasaan buruk Bimbim, Kaka dan Ivanka. Slank yang terkenal slenge'an itu pun menghadapi kesulitan terbesar mereka, yaitu melalui rehabilitasi yang menyakitkan agar bisa lepas dari narkoba. Akankah Slank memilih untuk bebas narkoba atau mempertahankan idealitas yang telah mengantarkan mereka terhadap kesusksesan sejauh ini?
Ketakutan terbesarku ketika melihat poster film ini di bioskop 2013 lalu cuma satu, yaitu akankah Adipati Dolken dan kawan-kawan bisa memerankan para personil Slank yang sudah sangat terkenal tersebut? Aku tidak terlalu tahu soal Slank, tetapi aku tahu banget kalo 'Slankers' adalah tipe fans yang sangat loyal dan solid. Melihat posternya yang memperlihatkan Slank berhadap-hadapan dengan copy-annya yang super ganteng tersebut membuatku pesimis bahwa film ini akan menjadi hal yang memorable, terutama bagi para slankers. Namun bagaimanapun, kita tidak perlu ikut pesimis denganku. Masa bodoh dengan kekhawatiranku. Mari kita langsung aja review filmnya!
Seperti yang aku udah sebutkan di atas, aku tidak terlalu tahu Slank. Namun film ini sangat bisa membantuku mengenal Slank. Dengan pendekatannya yang tidak terburu-buru, aku pun mampu memahami Slank mulai dari permukaan sampai ke dalam-dalamnya. Pola yang ditawarkan film ini pun tidak terlalu mirip dengan film-film bisanya yang sedari awal menawarkan sebuah masalah yang ditambahi dengan beberapa masalah kecil yang membuat tokoh utamanya menjadi tampak putus asa, sehingga di klimaks nasib tokoh utama tersebut diselamatkan oleh semacam keajaiban. Dalam film SLANK NGGAK ADA MATINYA ini kita diajak untuk mengikuti kehidupan Slank dan berkenalan dengan beberapa masalah mereka serta bagaimana Slank menyelesaikannya. Lalu menjelang klimaks kita akan mendapatkan masalah baru yang, kali itu, tidak bisa ditangani dengan cara mereka yang biasanya. Menarik bukan?
Selain menawarkan cerita yang unik, Fajar Bustomi sebagai sutradara menyediakan media untuk mengenal dan ikut menjalani perjalanan Slank. Kisah panjang Slank dibalut dengan apik sehingga penonton mampu mencerna konsep yang telah disusun oleh Fajar. Alur cerita yang menarik itu pun diikuti dengan berbagai tetek-bengek film yang dieksekusi dengan baik sehingga kita benar-benar merasa sedang bersama dengan Slank muda.
(Foto SLANK ASLI ketika masih muda)
(SLANK KW yang diperankan oleh Adipati dan kawan-kawan)
Sekarang kita kembali ke kekhawatiranku di awal, yaitu soal copy Slank yang masih muda. Well, sekali lagi aku bilang kalau aku nggak tahu Slank, termasuk cara bicara dan gesture para personilnya. Sejak awal film SLANK NGGAK ADA MATINYA ini peran Adipati sebagai Bimbim dan Ricky Harun sebagai Kaka telah memberikan kejanggalan tersendiri. Dalam hati aku bertanya-tanya: "Kok ngomongnya aneh sih? Emang aslinya gini banget ya?" atau "Kok mereka gitu terus sih? Apa mereka mabuk atau emang ngomong aslinya emang kayak gini?" dan lain sebagainya. Dan seperti biasa aku mencoba untuk menoleransi hal tersebut. Siapalah aku yang tahu segalanya. Dengan bermodalkan ketidaksoktahuan aku akhirnya berhasil menonton film ini sampai akhir. Tidak hanya menonton, aku pun bisa memahaminya, bahkan ikut terlarut dengan apa yang mereka rasakan. Pasalnya Adipati dan Ricky mampu bermain konsisten dari awal sampai akhir. Aku tidak tahu dengan respon para slankers, tetapi aku pribadi suka dengan film ini.
Kekhawatiranku tidak terbukti. Akting Adipati dan Ricky mampu tidak menjadi diri mereka sendiri sampai di akhir film. Selain itu akting Deva Mahenra, Ajun dan Aaron Ashab dapat membuat tontonan ini menjadi nyata dan natural. Salah satu hal yang unik dari film ini adalah peran Meriam Bellina yang menjadi sosok Bunda Iffet yang kalem dan melankolis, salah satu hal yang jarang kita lihat di film-film lokal beberapa tahun belakangan. As expected, beliau memainkannya dengan sangat baik.
Slank, selain memberikan musik, juga menawarkan idealitas kepada para fans-nya. Aku akan mencoba mengutip dari perkataan Abdee (Deva Mahenra) dalam film ini. Ia mengatakannya ketika Bimbim putus asa dan ingin membubarkan band tersebut. Abdee bilang bahwa nama Slank itu lebih besar dari nama-nama personelnya, Slank harus tetap ada dan selalu dibutuhkan. Begitu juga dengan film ini. SLANK NGGAK ADA MATINYA tidak hanya memberikan sebuah risalah perjalanan Slank. Namun juga memperlihatkan semangat Slank yang penuh kebebasan, tetapi penuh tanggung jawab. Film ini berbicara mengenai semangat anak muda, atau bahkan, orang-orang dewasa yang ingin mengejar mimpinya, tetapi disajikan dengan gaya slenge'an. Walaupun, tetap saja, film ini tidak luput dari kesalahan. Namun film ini mampu menghadirkan semangat itu sampai akhir. Sambil nostalgia dengan lagu-lagu orisinil Slank dan live performance Slank KW yang ditemani 20.000 slankers sebagai figurannya, film SLANK NGGAK ADA MATINYA nggak boleh kamu lewatin!
Komentar
Posting Komentar